
Nonton 2 Drama Ini Sudah Cukup Membuat Emosi Naik Turun – Drama korea itu rasanya ada macam-macam, ada yang manis kayak permen karet, manis diawal doang, kemudian perlahan manisnya akan menghilang. Ada yang nggak ada rasanya, kayak angin. Ada pula yang rasanya pedas, sudah tahu pedas, tapi masih tetap di makan.
Ada yang rasanya menimbulkan kehangatan yang beberapa waktu belum sirna juga. Ada juga drama-drama yang bawaannya ingin membuat memaki.
Kali ini, ada dua drama korea yang membuat emosi penontonnya naik dan turun dalam waktu yang hampir bersamaan. Misalnya, menit kesekian naik banget. Kemudian di menit ujung rasanya udah lemes banget kayak bihun di kondangan.
Dua drama ini, beberapa tahun belakangan mampu pula mencuri penontonnya. Punya keunggulan dan kelemahannya masing-masing. Apa saja dramanya? Dan kenapa bisa demikian?
Karena laku banget. Episodenya malah diperpanjang jadi 52. Yang awalnya hanya 48. Menyebabkan keganjilan-keganjilan di ending.
Sebuah drama yang pada awalnya membuat saya ingin memaki peran utama yang dimainkan oleh Jang Nara (Oh Sunny). Peran utama yang begitu polos dan mudah dibohongi oleh dongeng klasik. Padahal, Sang Peya menikahinya hanya karena dorongan untuk menutupi kejahatannya bersama kekasih gelapnya.
Saya nggak bisa bilang di sini Min Yura adalah pelakor. Min Yura hadir dan disukai raja sebelum Oh Sunny (apapun motif Min Yura mendekati keluarga kerajaan). Tapi akal bulus Min Yura ditambah Dayang Seo, ditambah Ibu Suri, membuat saya geleng-geleng kepala.
Ada kalanya saya merasa drama ini seperti “sinetron” sekali. Sudah tahu melelahkan dramanya, masih saja ditonton. Tentu saja sampai habis. Meski dengan umpatan-umpatan.
Nonton drama model begini, saya jadi punya alasan untuk “mengumpat”. Di kala emosi, drama ini bisa menjadi siraman bensin, jelas… bukan siraman kalbu.
Sebuah drama di mana hitam dan putih begitu mengabur. Tapi pesan moralnya jelas ada, ketika kamu begitu mencintai seseorang, kelewatan batasnya saja bisa membuat rasa benci datang.
Hits tahun ini.
Mencetak sejarah.
Bahkan stasiun TV Nasional saya menayangkannya saat dramanya bahkan belum rampung sebanyak 16 episode. Rate drama dewasa yang diedit sedemikian rupa dan bisa ditonton oleh anak muda.
Orang-orang yang nggak suka nonton drama korea mendadak ikutan nonton. Karena kehadirannya di tengah suasana pandemi COVID-19, saya yakin, angka-angka rating bahkan lebih dari itu. karena banyak banget tempat nonton drakor lainnya.
Drama ini hadir seolah ada di kehidupan “lain”, di mana pelaku perselingkuhan datang kembali dengan kehidupan kesuksesan mereka, kembali diterima lingkungan dan melakukan pembuktian diri terhadap mantan kekasih.
Tiap nonton drama ini, saya ngumpat, “nggak ada akhlak.” Bukan hanya pada peran yang berselingkuh, tapi peran Ji Sonseng sendiri. Namun, tidak bisa dipungkiri bahwa peran mereka dalam drama mampu dimainkan dengan baik.
Kesimpulan ending kedua drama di atas?
Kebanyakan saya yakin banyak yang kecewa pada endingnya. Tapi kalau dipikir, emang banyak banget drama korea yang endingnya suka bikin aneh. Tapi pada perjalanan ceritanya dibangun cukup menarik.
Mari…. Mari dikupas jangan dipermukannya saja!
Pada kedua drama ini, saya diingatkan kembali bahwa manusia punya sekali banyak wajah. Wajah yang ditunjukkan banyak orang, ditunjukkan kepada sosok yang dibenci, wajah yang ditunjukkan pada orang yang disayangi. Ternyata banyak bedanya.
Ingat Lee Tae Oh? Bagaimana wajahnya pada Jenny, Joon Young? Akan beda wajahnya pada Istri dan Mantan Istrinya. Beda pula wajahnya pada sosok sang mertua.
Ingat Peya? Bagaimana ia menjadi raja dan menghadapkan “image”nya pada rakyat, bagaimana ia dengan mudahnya membohongi orang lain di dalam wajah palsunya.
Di dalam drama, sebagai pentonton, kita diberi tahu gerak gerik orang lain.
Sedangkan manusia real yang ada di sekeliling kita tidak. Maka, hidup memang keras ya? kita bahkan tidak bisa menitipkan kemalangan pada orang lain. (semacam peran pengganti aktor).
Lagi….
Saya sudah bilang di atas bahwa mencintai seseorang ketika melewati batas akan bisa jadi benci. Keduanya sama saja tuh.
Dokter yang jadi membenci suaminya. Kemudian Oh Sunny yang dikecewakan raja yang ia pikir sungguh-sungguh mencintainya.
Saya kadang mikir. Manusia itu tidak pernah benar-benar menetap pada hati seseorang dengan perasaan yang sama. Cinta jadi benci.
Kemudian kebencian jadi cinta, seperti yang dilakukan Peya pada Oh Sunny. Ia malah menyukai Ratunya. Kemudian dramanya menjadi romcom yang “aneh”.
Dua drama yang ceritanya seperti diajak naik wahana. Turun dengan curam. Naik dengan gas pol….
Di ending… ambyar… wkwkkwkw.
Karena keduanya populer. Saya yakin sih banyak yang nonton. Dua drama di atas mewakili drama sebagai hiburan yang menarik meski bikin naik turun emosi. Meski tidak ada drama yang sempurna ya… #jelas sih.
Menarik. Bisa menjadi kesukaan. Membakar sesaat. Tapi bukan yang menghangatkan sampai beberapa lama di hati.
Sangat layak untuk dicicipi sebagai hidangan yang meledak dan pedas.
Kemudian. Setelah huru-hara terjadi dalam dua drama itu. Pasti hening kembali.