Buku kumpulan puisi sebelum sendiri saya beli pada bulan juli tahun 2017 dan membaca puisi sebelum sendiri Aan Mansyur ini rasanya seperti “ngena” banget saat dibaca pertama kali. Kenapa? Karena saat itu saya sedang patah hati bukan main dan rasanya kumpulan puisi ini menjadi teman yang terlalu tepat. Sampai-sampai saya merasa ada puisi yang “aku banget” di dalamnya.
Ngomong-ngomong karena belinya online, jadi saya nggak tahu ketebalan dan ukuran bukunya seperti apa, eh setelah barangnya sampai bukunya kecil dan tipis banget. Saking kecilnya (menurut saya) ini sudah mirip kaya buku yasinan *eh. Tapi nggak akan kecewa kok sama isinya yang memang kaya akan diksi yang mantap bikin hati ngilu.
Sebelum sendiri ada 70 halaman dengan daftar puisi sebagai berikut yaitu sebelum sendiri (19 bagian), berbincang dengan langit (6 bagian), seorang perempuan mendaki bukit (3 bagian) dan theory of discoutic : a remix (satu haluan, negeri sedarah, lengkara, alkisah).
Membaca bagian sebelum sendiri pada bagian pertamanya kita akan disuguhi petikan puisi berikut;
Kata-kata dalam sajak ialah belantara, pohon di mana-mana berbunga dan tidak pernah berbuah.
Huh…itu baru awal guys, di bagian-bagian puisi yang lainnya kita akan menemukan bait seperti ;
Cara mencintai yang paling kau suka ; kau tidak mencintaiku.
Apa nggak seperti menaruh garam pada luka saya saat itu coba? hehe.
Baca juga : 5 lagu yang menemanimu saat membuat puisi.
Membaca sebelum sendiri rasanya membawa saya ke tempat di mana hanya ada saya dengan segala yang ingin dibuang dan dipeluk sekaligus. Semuanya seperti kontradiktif, tapi benar adanya. Seperti ingin melupakan tapi selalu berhasil menemukan hal-hal yang sering mengingatkan kembali. Sampai pada kata “aku menyukai hal-hal yang tidak memaksaku mengingat engkau”.
Membaca berbincang dengan langit pun rasanya tidak jauh berbeda dengan sebelum sendiri. Pada bait awal kita akan menemukan bait berikut;
Kelak mereka ingat. Dunia, kau : puisi yang selalu luput ditangkap bahasa.
Atmosfernya masih sama sebelum sendiri, namun saya merasa di sini banyak bagian yang amat sangat “ngena” karena saya juga suka sekali berbincang dengan langit. Bukankah langit adalah buku manusia yang tak pernah rampung kita baca? Di mana langitku? Di mana langitmu?
Membaca seorang perempuan mendaki bukit rasanya sedikit berbeda dengan kedua judul sebelumnya. Hanya terdiri dari 3 bagian dan masing-masing bagian lebih padat.
Kau tiba-tiba melihat matanya. Kau ingat-kau tak sanggup lagi-dia ingin jadi hanya dan cukup.
Dalem… siapa sih yang nggak mau jadi hanya dan cukup bagi seseorang? Eh tapi bagi saya yang jadi hanya dan cukup hanyalah Tuhan. Heheh.
Kemudian terakhir Theory of discoutic : a remix. Di dalam buku dijelaskan bahwa Theory of discoutic merupakan nama band dari Makassar dan empat sajak di dalamnya adalah interpretasi bebas atas lagu-lagu berjudul sama dari mini album kedua mereka, Alkisah (2014). Dan sumpah saya jadi pengen denger lagunya. Btw saya juga jadi pengen nulis interpretasi bebas yang begini, hihi.
Lagi-lagi saya selalu suka
Yep. Lagi-lagi saya selalu suka dengan karya Aan Mansyur yang sekarang sudah tidak lagi sendiri melainkan sudah punya istri. Akhirnya ya, pujangga ini menikah juga.
Akhir kata…
Akhir kata membaca puisi adalah bagimana kita membaca keindahan dan sajak-sajak dalam buku ini begitu indah. Saya suka.
2 Comments