Resensi Ekaristi oleh Mario F Lawi
Nah sekarang besoksore.com mau ngebahas tentang buku puisi yang ditulis oleh Mario F Lawi yang berjudul Ekaristi. Mimin dapat cetakan buku ini tahun 2014 dan buku kumpulan ini dikurasi/disunting oleh Aan Mansyur.
Mario F Lawi dalam kumpulan puisinya menceritakan tentang masa kecil dan pengalaman spiritualnya. Di bagian belakang buku juga tertulis bahwa ; memasuki kisah-kisahnya akan membawa kita bertemu dengan hal-hal yang minta dipeluk sekaligus ditolak. Menarik bukan?
Baca juga : Review sebelum sendiri Aan Mansyur
Ketika melihat daftar isinya, kita akan disuguhkan 89 halaman puisi. Sangat padat menurut mimin dibandingkan buku puisi Mario F Lawi lainnya yang berjudul Mendengarkan Coldplay.
Pengalaman membaca ekaristi
Sejujurnya mimin bukan pemeluk katolik dan membaca ekaristi ini tentunya membuka pengetahuan baru lewat puisinya yang begitu indah. Yup, menurut mimin puisinya bagus-bagus. Mario F Lawi begitu piawai memilih diksi yang dirangkai menjadi puisi.
Terkadang saya harus mengernyitkan dahi ketika membaca kumpulan puisi ekaristi. Mengapa memin mengernyitkan dahi? Karena nggak paham ini maksudnya apa? Hehe. Membaca ekaristi rasanya saya di ajak ke hutan belantara yang indah dan saya menikmati ketidakmengertian itu. Aneh nggak sih?
Akhirnya buku puisi ini bisa digunakan sebagai sarana belajar
Entah kapan mulanya diam-diam saya menyukai puisi. Dulu ketika masih ada majalah yang untuk remaja atau bahkan majalah bobo, saya selalu bergegas pergi ke halaman puisi. Saat duduk di bangku SMP, saya sering meminjam buku kumpulan puisi yang jujur saja sulit dipahami saat umur saya masih belasan.
Mario F Lawi agaknya membawa saya ke masa kanak-kanak saya yang menjadi penikmat puisi dan itu sangat menyenangkan. Kemudian, pada kumpulan puisi ekaristi ini saya diajak banyak belajar untuk membuat puisi. Ngomong-ngomong Mario F Lawi ini masih muda (dan lebih muda dari saya) tapi sudah banyak berkarya dan karyanya banyak dimuat di media cetak ternama. Keren kan?
Dalam ekaristi, diantaranya saya suka puisi yang ini ;
Rahim
“Dan bumi adalah ibu dari segala makhluk!”
Gabriel pasti tahu bahwa manusia hanyalah debu,
tapi belum tentu ia paham arti memeluk
dan betapa dahsyatnya sebuah kata ‘Ibu’ .
Tidakkah itu indah?
Membaca ekaristi, membawa saya kecakrawala baru dalam membaca dan belajar menulis puisi.
2 Comments