Resensi Kupu-Kupu Bersayap Gelap Puthut EA

Resensi Kupu-Kupu Bersayap Gelap Puthut EA

Resensi Kupu-Kupu Bersayap Gelap Puthut EA –  Sekitar petengahan tahun 2017, saya ke gramedia untuk mencari novel Cinta Tak Pernah Tepat Waktu yang ditulis oleh Puthut EA. Namun karena stok kosong, akhirnya saya membeli yang ada saja, dan itu adalah sebuah kumpulan cerpen yang berjudul kupu-kupu bersayap gelap.

Ini pertama kalinya saya membaca tulisan Puthut EA dalam bentuk sebuah buku. Kalau baca twitter dan tulisannya di mojok(dot)co itu sudah sering banget. Saat itu sih saya nggak punya ekspektasi apapun pada karya Puthut EA, ini lebih tentang keinginan memenuhi rasa penasaran saya terhadap karya Puthut EA. Bisa dibilang saya telat tahu, kalau menengok ini adalah kumpulan cerpennya pada saat umurnya 29 tahun dan dicetak kembali saat umurnya 39. Ah tapi, saya sama sekali nggak merasa kalau membaca ada urusan cepat-cepatan atau  apa. Saya lebih percaya bahwa buku yang hadir untuk kita baca selalu tepat waktu. Nggak kayak tulisan Puthut yang bilang cinta tak tepat waktu, hhe.

Tebal buku ini berisi 167 halaman yang berisikan 13 cerita pendek, judulnya mulai dari Laki-Laki yang Tersedu, Kenanga, Bunga dari Ibu, Benalu di Tubuh Mirah, Sesuatu Telah Pecah di Senja Itu, Drama Itu Berkisah terlalu Jauh, Dalam Pusaran Kampung Kenangan, Gayung Plastik, Rasa Simalakama, Doa Berkabut, Ibu Pergi ke Laut, Bocah-Bocah Berseragam Biru Laut, dan Kupu-Kupu Bersayap Gelap. Dan setelah saya tengok jejak naskahnya di halaman 165, saya menemukan bahwa 7 dari 13 tulisan yang di dalam kumpulan cerpen ini pernah dipublikasikan diharian ternama seperti kompas sekitar awal tahun 2003 atau 2004. Jadi, umur naskah sudah lebih dari 10 tahun lalu.

Kesan Pertama saat membaca Kupu-Kupu Bersayap Gelap Puthut EA

Saya membaca dengan sesuai urutan. Jadi cepen yang pertama saya baca berjudul Laki-Laki yang Tersedu dan itu sangat gelap menurut saya. Sangat pahit. Awal cerita kita akan disajikan cerita seorang perempuan yang hidup dengan kegelapan dan dia meyakini bahwa kegelapan itu adalah dia sendiri.

Cerpen selanjutnya berjudul Kenanga yang juga terasa gelap. Kemudian berlanjut hingga halaman terakhir, kita akan disajikan oleh cerita yang sebenarnya banyak cerita memilukan namun dengan pemilihan diksi yang tidak terbelit namun indah dan mengalir dengan khas ceritanya.

Resensi Kupu-Kupu Bersayap Gelap Puthut EA

Agaknya, saya mulai jatuh cinta dengan tulisan Puthut EA.

Sampai akhirnya saya ketagihan membaca bukunya yang lain. Buku ini agaknya membuka gerbang saya untuk melangkah ke tulisan Puthut selanjutnya. Jadi, jika saat ini saya ditanya siapa seorang cerpenis favorit saya? Akan saya jawab dengan tanpa ragu-ragu, dia adalah Puthut EA.

Ahh… ini cerpen yang sangat rekomendasi dengan atmosfer yang hampir sama dalam ceritanya, yaitu cukup memilukan dan menggetarkan. Saya juga banyak pelajaran baru mengenai latar belakang yang Puthut EA ambil pada kisah cerpennya. Mungkin pengalamannya sendiri, mungkin juga temannya, mungkin entah siapa. Tapi, sepahit apapun, hidup tetaplah layaj untuk dijalani begitulah adanya.

Kemudian saya ingin mengutip salah satu paragraf dalam tulisannya di halaman 128 ;

Menjadi manusia adalah sebuah kehormatan. Yang tidak menghormati kemanusian, dia layak menjadi batu. Menjadi batu….

You May Also Like

1 Comment

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

error: Content is protected !!