
Tiba-Tiba Kepikiran Nia Ramadhani dan Kasusnya – Tulisan kali ini nggak ngomongin drama korea. Tapi drama asli di dunia nyata. Pernah baca tulisan saya yang ini nggak? dimana saya melihat semacam fenomena orang kaya yang bikin konten.
Nah, ini ngomongin orang kaya lagi.
Nia Ramadhani dan suaminya belum lama terjerat kasus narkoboy yang membuat mereka jadi diperbincangkan oleh warganet. Lucunya, media besar milik keluarga chaebol ini sama sekali tidak membicarakan bos mereka dalam berita. Padahal biasanya gercep banget memberitakan soal-soal isu hangat.
Yaaa namanya aja orang-orang yang mencari nafkah dari berita bukan? Ada info seleb yang seperti ini biasanya nggak segan-segan.
Tapi kembali ke cerita orang-orang yang mencari nafkah. Ketidaaan berita soal AB dalam kanal berita besar itu juga persoalan mencari nafkah juga. Mereka yang punya media, mana bisa pegawai biasa memberitakan hal itu?
Yaaahh begitulah guys, derita orang yang mencari nafkah dengan sesuap nasi dan lancarnya cicilan dibayarkan.
Sempat Mikir Gini Pas Awal-Awal Tayang Kasus Beritanya
Sebagai kacamata orang awam. Yang hidupnya sungguh biasa. Yang ada dan tiadanya tidak terlalu menjadi masalah bagi dunia. Sedikit saja saya memandang kehidupan mereka.
Secara finansial. Mereka sangat kelimpahan harta. Dilihat dari parasnya, Nia sangat cantik, ia sudah punya suami yang, juga anak-anak yang cantik dan tampan.
Apa kekurangan hidupnya? Semenderita apa seorang Nia Ramadhani sampai katanya ia stres saat pandemi kemudian mengkonsumsi narkoboy, kemudian digelandang oleh isilop?

Pernahkah Nia sungguh-sungguh menderita? Pernah tirakat seperti apa hidupnya? Stres macam apa yang dia rasakan sampai harus membeli kesenangan untuk kemudian malah menjerumuskan dia ke dalam jurang kehancuran?
Gampang kata, ternyata memiliki kebebasan finansial dan keluarga yang lengkap kalau pikiran kita sempit. Maka hidup akan sempit juga hidup kita.
Kenapa saya bilang gampang kata? Karena melebarkan pikiran dan pandangan hidup adalah bukan hal yang mudah.
Selama Pandemi
Tidak menulis selama hampir satu minggu membuat saya merasa bersalah pada diri sendiri. Saya segera menagih diri saya sendiri untuk segera menulis.
Selama pandemi adalah tahun yang sangat berat. Di beberapa tulisan sempat saya tulis, bahkan di tulisan trakteer. *itu bisa dibaca yaa karyanya untuk yang trakteer.
Alhamdulillah, saya cenderung sehat. Namun, di sekeliling saya banyak yang berpulang dan sakit. Mbak dan Kakak Ipar saya kini masih (+) covid. Sedangkan mereka tidak bisa sepenuhnya isoman karena ditagih penagih utang. Sekilas ditulis di sini.
Bayangkan saja penagih utang keliling itu datang dan tidak mau pergi sampai magrib. Sedangkan sekelilingnya sama-sama tidak punya cukup uang untuk membantu.
Positif Covid terus nggak bisa makanan makanan yang bergizi dan terlindungi dari beban pikiran, hal itu sangat sulit mereka lakukan.
Sedangkan para tetangga terus menerus melihat orang yang (+) covid sebagai pendosa.
Kemarin saya melihat keadaan mereka dan sungguh sedih. Terlalu banyak penderitaan yang harus ditanggung. Mereka uang aja nggak megang, sedangkan penagih utang terus datang. Mau kerja jelas belum bisa. Nanti kalau jualan, malah kesannya jadi zolim dengan orang lain.
Pengen bantu. Tapi bantuan saya masih belum seberapa dibandingkan kesulitan yang mereka hadapi.
Jika kalian sampai membaca di paragraf ini, saya mohon doa untuk kesembuah dan utang yang segera lunas. Aamiin.
Masih Soal Pandemi
Di saat pandemi. Melihat harga iklan. Sangat kecil adanya. Ngecek kemarin, ternyata penghasilan dari iklan hanya 12rb rupiah saja.
Alhamdulillah. Masih harus bersyukur. Beberapa orang tidak mendapatkan penghasilan sama sekali.
Saya sampai harus banyak-banyak puasa dalam keseharian. Alhamdulillah jadinya banyak puasa. Meski keadaanlah yang mengharuskan.
Sempat saya dengar lagu di IG. Kurang lebih lagunya tentang pagi makan indomie, siang makan sarimi, malam makan supermi, kemudian ususnya jadi gemeter.
Langsung ngakak.
Kalimat usus gemeter ini sangat menghibur. Saya yakin, penyanyi yang bikin kontennya hatinya luas, karena masih bisa menghibur orang dengan keadaannya.
Intinya, kalau mencoba melihat secara holistik. Saya yakin masing-masing manusia dan keluarga sedang berjuang di jalannya masing-masing.
Saya yakin para pembaca besoksore.com juga demikian.
Soal Berjuang
Mbah Nun (Emha Ainun Najib) pernah bilang kalau dia tidak mau muncul di media besar kebanyakan, karena media itu “najis”. Media membawa banyak agenda yang mewakili urusan hal-hal lain.
Kasus nama-nama pesohor di atas adalah salah satu bukti nyata.
Kembali ke kasus Nia dan Suaminya. Bahwa kelimpahan materi tidak bisa menyelamatkan manusia itu sendiri. Bahkan dari keadaan stress (sesuai dengan kacamatanya sendiri).
Saya Belajar Bersyukur
Dari kasus Nia dan suami, saya belajar bersyukur lagi. Meski tentu saja pelajaran bersyukur seharusnya didapatkan dari apa saja.
Saya bersyukur karena uang pas-pasan. Kadang saat sakit nggak bisa memilih berobat. Lebih memilih membeli ketoprak untuk makan sore/malam.
Meski usus saya suka gemeter. Saya masih bisa menertawakan hal itu.
Meski kalau punya uang, lebih suka dilewati saja tanpa berlama-lama memiliki uang itu. Saya bersyukur karena uang itu langsung bisa berguna.
Yang sedih adalah ketika saudara atau teman menawarkan barang dagangan dan saya nggak punya duit. Di situ kadang saya suka berdoa, semoga saya punya uang cukup untuk beli apapun yang teman dan saudara saya tawarkan pada saya.
Penutup
Tulisan Tiba-Tiba Kepikiran Nia Ramadhani dan Kasusnya ini hanya semacam latar belakang saya mencoba mengambil pelajaran.
Untuk kalian dan saya. Percayalah kita cukup kuat untuk menghadapi masalah dalam masa pandemi.
Kalau nggak kuat. Bertahan satu hari saja. Kemudian jika esok datang, ulangi ucapan “bertahan untuk sehari saja.”
Selamat hari senin dan menjalankan aktivitas.
Di sini kalian bisa trakteer mimin.
Terima kasih sudah membaca.
Terharu bacanya 😭😭😭
Walaupun jelas saya gak bisa pahami betul betul kondisinya dan walaupun saya belum bisa bantu apapun. Tapi sebagai pembaca setia di besok sore. Doa terbaik untukmu dan keluargamu ya min.
Iya Heenim, butuh doa banget.