
Memberi Penilaian Drama Lewat Tampang Pemain
Masih sering terjadi.
Sangat sering malah.
Banyak yang demikian. Apalagi kalau iseng-iseng buka sosmed.
Saya juga pernah baca komentar di salah satu tempat nonton drakor yang ilegal. Beginilah dia bilang. Tertera di foto. Kalian bisa baca.

Soal Pola Berpikir
Sebagai penggemar drama Hyena. Saya merasa ada hal yang miris di dada. Hal-hal seperti ini bisa dibilang nggak main-main. Adanya di pola pikir.
Coba pikirkan. Seandainya semua orang melihat tampang rupawan atau tidak sesuai dengan standar yang ada. Maka banyak kemampuan yang akan tidak punya tempat. Maka banyak cerita yang nggak akan punya tempat juga.
Misalnya, kisah tentang orangtua sebagai peran utama. Jika fokusnya adalah rupawan berupa cantik dan tampan. Kita sama-sama tahu bahwa orang-orang yang sudah tidak muda telah melewati masa segarnya.
Meskipun keriput dan yang lainnya seolah bisa dikendalikan. Wajah muda itu terpampang nyata jelasnya. Begitu juga wajah yang berumur.
Melebar dikit yaa….
Adalagi kasus lain, misalnya salah satu beauty vloger yang dicerca habis-habisan karena tidak sesuai dengan standar kecantikan seperti putih, mancung, dan hal-hal yang menyertai hal itu. Langsunglah dapat komentar jelek, dekil, item.
Saya membacanya sambil miris lagi. Kok ada yang dengan teganya melalukan hal tersebut. Apa pernah membayangkan orang yang dikomentari tidak rupawan itu ada di depan mereka? Saya pikir, internet membuat mental-mental pengecut tumbuh subur.
Kalau ketemu fisik satu lawan satu, kemungkinan nggak berani bilang demikian.
Padahal kita sudah tahu bahwa manusia adalah keragaman, baik yang berupa fisik ataupun tidak.
Apa yang Menjadi Fokus Sering Sekali Blur
Sering sadar nggak sih?
Ketika masuk dunia maya. Fokus kita sering disetir banyak hal?
Lihat IG, isinya barang dagangan yang membuat kita menjadi konsumtif. Kalau tidak hati-hati, kita bisa “kemakan” rayuan algoritma dan membeli barang yang tidak dibutuhkan.
Tidak dipungkiri sih ya. Iklan yang nongol. Misalnya di blog saya, adalah iklan yang otomatis muncul berdasarkan pencarian kalian di internet. Ketika kalian menginginkan sesuatu, semesta diam-diam terus memunculkannya.
Kalimat sederhananya, ketika mata dirayu dengan halus sekali.
Apa yang menjadi standar dalam iklan kerap kali menjadi penjajahan pola pikir. Krim pemutih, peninggi, dll.
Saya juga mengakui benar jika manusia pada dasarnya menyukai manusia lain yang rupawan. Penulis drama percintaan saja mengaku kalau karakter dalam peran utama mereka harus tampan dan cantik. Memang sudah begitu pakemnya.
Drama korea ketika mengusung tema tentang standar kecantikkan. Tetap saja peran dalam drama mereka memang seseorang yang rupawan. Jika diperlihatkan kurang rupawan, hal itu hanyalah soal make up saja.
Makanya, buat saya, para pemain dalam drama itu tetaplah rupawan. Apapun peran yang mereka mainkan.

Alasan Saya Suka dengan Drakor
Alasan salah satunya adalah saya tahu betul bahwa dalam drakor itu settingan. Ketika poni pemainnya rusak, tim make up akan memperbaiki. Jika ada keringat di saat yang tidak tepat, maka akan dilap.
Segala yang tampak dalam camera nyatanya memang settingan. Pengetahuan dasar itu bagi saya adalah power.
Daripada ribut-ribut di sosmed yang lebih banyak tentang hal palsu yang dipoles seolah-olah menjadi asli.
Dagangan di internet itu banyak, bahkan orang yang suka menghina, meninggikan diri sendiri, juga punya panggung yang lebar dan malah dikasih panggung di banyak tempat.
Kemudian tayang tuh nantinya di salah satu podcast. Seperti goreng menggoreng saja. Membuat suatu kegemparan yang penontonnya sendiri kemungkinan sadar bahwa hal-hal tersebut sangatlah kurang bermanfaat.
Daripada yang ngakunya asli padahal palsu. Saya jelas lebih suka yang palsu tapi memang saya tahu itu palsu. Sebagaimana kita selalu baca kalau drama itu fiktif belaka.
Fiktifnya drama adalah perjalanan proses kreatif. Sedangkan fiktifnya settingan sensasi di dunia hiburan khusunya Indonesia adalah hal-hal yang menjengahkan.
Yuklah…
Kasih kesempatan pada banyak hal. Kasih kesempatan pada mata kita untuk melihat keindahan, bukan melulu soal rupawan atau tidak.
Lee Min Ho itu sangat rupawan.
Tapi ketika bersinggungan dengan drama, lapisan-lapisannya sudah bukan soal ganteng atau tidak. Tapi soal keindahan, bagaimana ia membawa dirinya kedalam profesionalitas, bagaimana sinkronikasinya pada dengan pemain lainnya, dll.
Ketika bicara soal drama, bisa saja drama menghabiskan banyak sekali biaya produksi. Secara angka bisa saja menang banyak di rating.
Tapi drama juga soal keindahan dengan penontonnya. Ketika kamu atau saya mendapatkan “nilai” yang baik dalam drama, itu adalah proses keindahan. Ketika kamu bahagia akan suatu drama kemudian saya tidak. Kamu tidak perlu khawatir akan hal itu karena kebahagiaanmu tidak akan pernah bisa saya curi.
Orang yang sudah memercayai sesuatu, tidak perlu mencari “teman”. Karena yang masih mencari “teman” adalah orang yang ragu-ragu.
Jangan ragu-ragu atau resah kalau selera kita beda. Mari kembali ke dalam keragaman tanpa memaksakan pendapat.
Memberi Penilaian Drama Lewat Tampang Pemain?
Tidak akan pernah menjadi bijaksana ketika ukuran kita hanyalah yang nampak di mata.
Pada banyak hal, drama salah satunya, adalah lapisan-lapisan yang banyak. Seringkali kita menemukan drama bagus tanpa banyak digoreng sama dunia marketing yang berlebihan. Seringkali kita menemukan drama yang gaduh padahal ketika nonton ada kesunyian masing-masing pada diri kita.
Nasib adalah kesunyian masing-masing. Selera juga masalah kesunyian masing-masing.
Tapi kalau sudah menyangkut fisik. Meski kamu suka dengan seseorang berhidung mancung, tidak ada alasan yang tepat untuk mengejek seseorang yang hidungnya tidak mancung.
Jadikanlah keindahan menurutmu adalah keindahan yang tenang.
Itu doang sih yang mau saya tulis.
Pun saya juga percaya, nonton drama korea adalah menikmati sesuatu yang pada perjalanannya adalah proses yang tidak tinggal diam.
Bisa berubah.
Yapp yaaapppp. Nulis di luar tema besar lagi. Semoga kalian dapat manfaat yaaa. Buat yang mau trakteer mimin bisa di link yang ini. Akan terus terbuka kok.
Sampai ketemu di tulisan lain.
Terima kasih sudah membaca.
Sependapat nih saya, min. Miris banget liat drama yang secara cerita bagus banget malahan, tapi “ditinggal” gitu aja karena pemainnya yang ketuaan lah, gak cantik/ganteng lah, dan malah lebih milih buat mantengin drama yang secara cerita ngga bagus tapi menyajikan visual yang luar binasa. Yaa, contohnya aja Dear My Friends, My Ahjussi, Fix You, yang ogah ditonton gara-gara pemainnya padahal ceritanya banyak mengandung pesan moral dan kualitas akting pemainnya bukan kaleng-kaleng:)
iya. cuma bilang miris aja.
malaikat juga tahu, siapa yang jadi juaranya, lovely.
hhehe.
Hyena drama hukum yang paling berkesan buat saya. Tokoh karakternya semua pas. Ganas, keren, lihai dan cerdas. Justru karakter Geum-ja kalau diperankan sama aktris lain misal Song Hye Kyo gak akan dapat feelnya. Beda image sama Kim Hye-soo. Song Hye Kyo terlalu elegant untuk pengacara ganas seperti Geum-ja tapi Kim Hye-soo memang memiliki aura ganas dan badass. Kalau soal aura itu termasuk bakat masing-masing individu. Udh bukan soal tampilan lagi.
Misal, Kim sabu di Dr Romantic. Beliau memang sudah aktor senior. Sudah melewati masa segarnya. Tapi dia punya kharisma sebagai dokter bijaksana yang dihormati semua orang. Dan itu sampai ke penonton. Atau Baek Bum di Partner for Justice, memang dia gak ganteng. Sudah benar2 ahjussi. Tapi aura galak, cerdas dan perfeksionis sebagai dokter forensik itu nyata terpampang di layar. Dan itu yang bikin penonton nonton bertahan sampai akhir. Karena kualitas sepak terjang karakter Baek Bum ini.
Kalau saya pribadi, saya menonton drama gak harus semua tokoh utama harus paras rupawan seperti Lee Min Ho dan Park Min Young. Tapi konsep cerita, eksekusi plot, juga kualitas akting yang baik.
Tapi untuk Itaewon Class, saya gak bisa lanjut wkwkwk cerita gak cocok sama saya plus lagi saya gak ada feel sama karakter Kim Dami.
okeee terima kasih telah berbagi juga, Bai Ying Hua.