Setelah Ini Apa Lagi?

Setelah Ini Apa Lagi?

Tulisan ini masih tentang rangkaian curhatan saya.

Isi Tulisan

Orangtua

Tiap orangtua pasti punya kisah yang berbeda terhadap anak-anak mereka. Orangtua saya adalah salah satu yang terhebat. Karena pernah ditinggal anak saat usianya belum satu tahun dan merawat anak perempuan yang cacat sampai 23 tahun.

Adik saya tidak bisa berjalan dan berbicara. Tangannya hanya berfungsi satu saja. Adik saya tidak memahami banyak hal. Masih menangis seperti bayi dan kejang-kejang sampai akhir hidupnya.

Belum lagi ditambah Kakak saya yang satu itu. Dua hari lalu, baru saja menyusahkan Ibu saya kembali. Ia sudah bosan dengan burung-burungnya. Semua burung dara dijual dan kandangnya masih baru-baru dijual kembali. Padahal pas beli harus dadak gadai motor bapak seharga 3 juta.

Sampai usianya ke 64 tahun. Ibu saya masih direpotkan dengan kemauan anaknya yang tidak tahu diri.

Saya tidak pernah mengaku sebagai anak yang berbakti. Acapkali saya dan Ibu punya pandangan yang berbeda. Ibu saya itu rewelnya minta ampun kalau dikasih sesuatu. Banyak nggak sukanya. Sulit memahami pemikirannya.

Hanya satu hal yang saya pertahankan. Kalau belum bisa bantu. Jangan jadi beban pikiran. Sebab hidup orangtua sudah susah. Itu aja.

Semalam. Saya baca buku tulisan Emha Ainun Nadjib yang berjudul Mereka yang Tak Pernah Mati. Pada bab-bab awal, Mbah Nun mengisahkan orang-orang hebat disekelilingnya yang sudah dipanggil Tuhan.

Saya ingat Bapak.

Saya ingat adik saya.

Kalian tahu? Kalau ada orangtua yang bangga anaknya bicara dengan pandai. Bapak saya pernah bahagia adik saya spontan bilang kata “ T A I”.

Iya, gitu doang.

Kata yang barangkali sering jadi bahan makian atau sering dihindari.

Adik saya yang hanya bisa satu dua kata dengan tidak jelas. Mengatakan kata itu sampai bapak senang dan saking senangnya, adik saya digendongnya.

Betapa hal biasa bagi orang lain, menjadi sangat berharga buat Bapak.

Tiap lihat teras rumah. Saya ingat Bapak adalah yang paling setia berlama-lama mendorong kursi roda adik saya.

Mintanya didorong, kalau nggak nanti nangis.

Dalam jangka waktu kurang dari satu tahun, keduanya sudah dipanggil Pemiliknya. Adik saya dibayangan saya sudah bisa banyak bicara, dan Bapak akan senang sekali.

Lipatan-Lipatan Kesedihan

Hampir 9 tahun saya jadi kaum honorer. Sempat ingin pergi jadi TKW. Sebab butuh uang. Gaji tiga bulan sekali itu adalah level penderiaan yang cukup aduhai.

Tapi orangtua mengharuskan saya tetap ngajar. Karena alasannya sudah capek-capek disekolahkan.

Tahun 2019 saya mengajukan permintaan untuk berhenti pada Bapak. Tapi tidak diizinkannya.

Katanya, nanti didoakan. Bila ada ujian lulus. Nanti dipuasakan.

Kini, usai saya jadi ASN (meski gaji belum turun). Bapak saya sudah tiada.

Kembali lagi pada tujuan di awal. Setidaknya saya tidak menjadi beban pikiran. Barangkali itulah yang menjadi tenaga besar masih bertahannya dalam lipatan-lipatan kesedihan menjadi honorer.

Jadi, kalau di sosmed ada yang bilang suruh resign kalau nggak cocok dengan gaji dan tempat kerja. Rasa-rasanya kalimat itu nggak akan pernah menjadi solusi bijak. Karena tiap orang punya lipatan pertimbangannya sendiri-sendiri.

Kalau saya gajian. Prioritas utamanya adalah bayar utang yang ditinggalkan Bapak.

Lucunya, orang-orang sudah menilai saya “kaya”. Padahal untuk dapat sertifikat pendidik saja, saya masih ada di level berjuang.

Kerja Apa Aja yang Penting Dapat Pemasukkan

Saya masih akan terus nulis di sela-sela kesibukkan yang lain. Bagaimanapun, nulis blog telah menjadi bagian dari hidup dan pemasukkan yang lumayan di suatu waktu.

Meski progres blog saya di situ-situ saja. Dua sampai tiga bulan sekali baru cair pembayaran. Tapi masih akan tetap saya lakukan.

Ketika kepala saya menghitung pengeluaran pembayaran utang. Pikiran saya melayang pada investasi di hal-hal yang produktif. Nantinya, saya mau punya meja kerja, printer, laptop yang lebih mumpuni, dan ponsel yang layak.

Itu dulu.

Sambil pelan-pelan belajar terus.

Saya pengen punya laptop yang bisa ketika dibawa nggak nyari colokkan terus. hehehe.

Hidup

Saya cuma pengen hidup biasa aja. Terus membagi ilmu yang saya punya dan berdamai dengan segala kegundahan ini.

Semoga yaa.

Bisa.

You May Also Like

4 Comments

  1. Semangat mimin sdh jd ASN.
    Aku jg sdg berjuang d jln yg sama dg mimin. Brbeda dg kondisi mimin, aku sdh dpat serdik sjak ikut PPG prajab thn 2018. Banyak skali hal2 yg terjadi sblum n sesudah aku ikut PPG, yg menyebabkan aku khilangan gairah utk mulai ngajar n gk ngajar hingga saat ini.
    Aku lelah pdahal tdak melakukan apa2.
    Mungkin krn kluarga, atau teman, atau lingkungan, atau mungkin aku yg terlalu intovert, aku gk tau. Aku hnya ingin melepas hubungan dg mreka smua.
    Aku sjak SMA hanya mencoba kabur dr kehidupan d lingkunganku apapun caranya. termasuk PPG krn saat itu aku dpt LPTK d luar pulau. Itu hanya alasan krn Ingin hidup merdeka dr kehidupanku saat ini sj.
    Aku msih berharap dpt lolos P3K d tahap3 luar pulau, optimalisasi d daerah terpencilpun tdk apa2. Yg penting lepas dr keluarga.
    Saat ini aku hnya mengisi hariku di jalanan dg menjadi kru bus AKDP.
    Apapun tujuan kita nanti, Stay life min, mari kita temukan support system dan sumber kebahagiaan kita masing2. N hidup dengan jiwa n raga yg sehat.

    1. hai Lugi yang di sana. semoga dalam keadaan sehat.
      kalau PPG prajab berarti habis lulus kuliah langsung ambil PPG ya? konon katanya lebih berat dari daljab. kamu keren sekali.

      kalau saya, katanya besok tanggal 29 akan ada pengumuman. saya pasrahkan semuanya sama Tuhan.

      semangat buat PPPK nya. denger-denger sampai tahun 2023. sudah ada serdik sepertinya lebih mudah.

      terima kasih doa dan semangatnya. semoga hal baik terjadi sama kamu juga. aamiin.

  2. Semangat min.. Belakangan saya lebih suka baca curhatan mimin kekx dari review drakornya.. Teringat 11 tahun lalu waktu ditinggal Alm. Bapak juga.. Bapak meninggal bulan oktober, saya dapat SK di salah satu BUMN bulan desember.. Waktu itu saya menangis karena merasa belum bisa membahagiakan beliau, keinginan saya untuk memberi gaji pertama tidak tersampaikan.. Apalagi waktu meninggal saya tidak d sampingnya karena kuliah saya di luar kota.. Dulu waktu patah hati dengan cinta pertama nangisx berasa dunia mau berakhir saja, sekarang kalau ingat itu rasax mau ketawain diri sendiri.. Tapi tiap ingat Alm. Bapak saya masih selalu menangis sesenggukan, padahal waktu beliau meninggal saya nangisnya gak seperti waktu patah hati.. Saya juga bukan dari keluarga mampu, pas2an saja, walau kalau dibandingkan dengan kehidupan admin rasanya malu mau mengeluh.. Dulu tinggal di rumah kayu, itupun bukan rumah orang tua, tapi rumah nenek.. Kata ibuk dulu ayah sampai diejekin orang karena tidak punya rumah sendiri, mungkin karena uang beliau habis untuk biayai pendidikan anaknya tinggi2.. Makanya waktu mulai terima gaji, sk nya langsung digadai ke bank untuk bangunkan rumah ibuk.. Alhamdulillah sekarang kehidupan saya sudah jauh lebih baik, rumah juga sudah ada untuk orang tua, ada kendaraan pribadi, dll
    Walaupun sekarang sudah resign dari kerjaan karena waktu itu kepentok aturan gak boleh nikah sesama pegawai, sedangkan suami saya juga sekantor, jadi saya resign.. Awalnya berat banget untuk ibuk mau mengikhlaskan anaknya resign, tapi karena melihat calonnya yang Insya Allah sangat bertanggung jawab, makanya ibuk akhirnya ikhlas (itupun setelah beberapa tahun beliau ngomong gini)
    Intinya cuuman mau bilang semangat min, Insya Allah dimudahkan.. Dan teruslah menulis, karena masih ada orang yg sangat senang membaca tulisan mimin..

    1. halo. terima kasih sudah berbagi di sini yaaaa.
      terima kasih semangatnya. mau bales komen dari kemarin-kemarin saya malah bingung.

      kehilangan Bapak itu sulit. lebih dalam, karena Bapak terbiasa dekat untuk menjauh.

      Alhamdulillah senang dengarnya kak. semoga nular dan saya dapat suami yang baik.

      aamiin.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

error: Content is protected !!