Menikmati Tidak Punya Kendaraan – Seseorang atau benda, bisa sangat cepat pergi dari hadapan kita kapan saja.
Sebuah motor vario tahun 2014, dipakai masih sangat oke. Menemani saya jadi honorer lama sekali, dibeli dengan cara kredit tiga tahun. Motor yang harusnya seharga 18 jutaan, karena kredit. Jadi 25 juta lebih.
Sudah bisa buat daftar haji pokoknya.
Usai motor itu lunas. Suratnya diombang ambingkan. Selesai di satu tempat, pindah ke tempat yang lain. Bahkan take over, yang artinya belum selesai di pegadaian, sudah diambil dan ditaruh ke tempat kredit lain. Sisaan di pegadaian harus dibayar. Kemudian harus membayar cicilan dengan bunga yang lumayan besar. Misal, cicilannya dapat 6 jutaan. Eehhh bunganya bisa sampai 2 jutaan lebih.
Senang rasanya ketika BPKB itu pulang, 8 tahun lamanya. Saya pikir itu adalah kepulangannya yang indah.
Tidak akan kemana-mana. Saya pikir demikian.
Tapi sayangnya, dugaan saya salah.
Belum saja satu bulan di rumah. BPKB itu sudah minta digadaikan untuk membayar utang lainnya. Semacam gali lubang tutub lubang. Lilitan utang ini sangat sulit lepas.
Pagi-pagi saya dikasih memo oleh keponakan saya yang di dalamnya bertuliskan bahwa Kakak saya yang pertama diam saja. Tidak bisa bantu.
Kakak saya yang kedua. Sama saja banyak utangnya.
Kakak saya yang ketiga. Jelas bajingannya.
Memo bertuliskan minta uang 5 juta.
Pusing rasanya. Dalam memo pun minta gadaikan motor.
Akhirnya, saya lempar BPKBnya, serahkan kunci dan STNK.
Sudah. Barangkali karena nasib saya yang sangat buruk. Barangkali bukan jodohnya. Saya lepas saja motor itu untuk dijual.
Bayangkan saja, kalau kembali digadaikan. Ada tanggung jawab biaya cicilan bulanan kembali. Kemudian nanti tidak bisa bayar lagi. Kemudian nanti utang lagi. Begitu terus tidak selesai-selesai.
Akhirnya, barang satu sepeda pun saya tidak punya.
Mikir kalau naik ojek bolak balik 20k. Nanti bisa sangat mahal di ongkos buat kerja. Sayang uangnya, mending buat yang lain. Akhirnya, sepanjang 1,8 km selama 30 menit saya jalan berangkat atau pulang. Jadi, kalau dibuat jalan kaki bolak-balik, saya menghabiskan waktu satu jam.
Di jalanan yang panas dan tahu sendiri kurang enak untuk pejalan kaki. Saya coba nikmati. Sambil membawa air dalam botol.
Lelah sekali sungguh. Ketika sampai di rumah. Saya sangat merasa kelelahan dan harus berhadapan dengan pekerjaan lainnya.
Oleh karenanya, mimin bukannya kemana-mana.
Hanya linu-linu badannya. Mungkin belum terbiasa.
Yaaa. Mau bagaimana?
Saya tahu rasanya mencicil motor sampai 3 tahun lamanya. Sama-sama nggak enak juga. Terus, nanti kalau nasibnya mau digadaikan lagi gimana? Kalau punya BPKBnya.
Saya pikir, beli sepeda bakalan jadi pilihan bijaksana.
Cuma nanti dulu. Uangnya belum ada.
Jadi, begitulah, saya sedang menikmati tidak punya kendaraan.
Dinikmati lan disyukuri wae apa yang ada.. kaki sehat buat jalan2 dulu. yaa walupun bakal repot klo kemana2 yg jauh kl gk ada motor… lha piye maneh,,, mo gimana lagii.. drpd punya tanggungan kredit.. pokoke semmuangat 45 ….joss
iya nih. lagi mensyukuri punya kaki.
Smoga dgn jln kaki skrg bisa jd inventasi kesehatan unk kk kedepan nya aamiin, btw pkai payung y kak biar gak trlalu nanas hehehe
aahh iya nih. belum ada payung.
nanti beli.
semangat mba untuk jalan kaki menuju sehat =D yang jaraknya lumayan 1,8km.
tapi lebih baik begitu daripada kayak punya tanggungan yang terus menerus jadi beban.
sayangnya tuh di negara kita belum ramah pejalan kaki
nikmati proses mba..jadi lebih menghargai apa pun yang dimiliki.
Semangat dan sabar juga selalu berdoa sama Tuhan (maaf bukan sok religius tapi ke siapa lagi sih kalo berkeluh kesah dengan Tuhan juga =))
bener. di mana-mana nggak ramah buat pejalan kaki.
tapi setidaknya sekitar 1.2 km saya ada di jalan desa, jadi nggak rame-rame banget.
yang rame di bagian pasar atau nyeberang jalan besar utama.
sedang dinikmati, kadang suka lucu. sering dapat tebengan. hahah.
Tetap semangat, kak. Semoga akan ada rejeki lebih banyak lagi ya, kak. Semoga bisa segera beli sepeda dan selanjutnya bisa segera beli sepeda motor.