Bahagia Itu…

Bahagia Itu…

Belakangan, saya melihat beberapa drakor baru. Ingin mencicipinya namun waktu saya saat ini sangatlah terbatas. Saya akan sangat sibuk dalam beberapa bulan ini.

Saat ini, laptop yang saya gunakan sedikit mengalami masalah. Namun masih bisa digunakan, sedang menunggu kedatangan laptop baru.

Bulan november ini saja, saya belum menulis apa-apa. Pun belum ada drama baru yang dicicipi atau sekadar menuntaskan perjalanan drama sebelumnya.

Ceritanya, saya sedang dalam perjalanan menempuh pendidikan wajib yang diadakan oleh pemerintah. Saya cukup sehat dengan rasa lelah yang sudah biasa. Ibu saya sudah pulang. Saya meminjam uang 23 juta kepada seseorang untuk menutupi utang-utang Ibu saya.

Saya harus membayar 1 juta tiap bulannya. Saya minta doa kepada kalian yang sempat membaca tulisan saya. Utang itu belum sepenuhnya lunas. Karena totalnya ada 35 juta setelah diitung dengan benar. Meski demikian, sudah lebih baik keadaanya.

Pernah. Saya tiba-tiba menangis karena hal ini. Saya menangis sebab nasib membawa saya pada “tiba-tiba punya banyak utang” padahal saya tidak tahu menahu bagaimana aliran uang itu.

Nasib, barangkali ada kesepian masing-masing.

Air mata yang tiba-tiba menetes itu lebih dalam adalah air mata kebinguan tentang hidup. Bahwa bisa saja kita menanggung hal-hal yang sebenarnya tidak kita tahu dengan baik.

Jika saya meminjam uang untuk membeli laptop kemudian membayarnya. Ada jalan cerita yang jelas saya pahami dan ada hal yang saya nikmati.

Kadang, saya bertanya, memang begitukah cara Tuhan bekerja? Dia Yang Maha Tahu itu tahu kalau saya cukup kuat untuk ini.

Sampai kemarin sebelum saya tertidur. Saya mendaraskan doa buat Bapak yang telah tiada. Pada sebuah mimpi. Bapak hadir dalam mimpi saya.

Saat itu saya hendak ke rumah teman untuk meminjam motor. Karena sudah dhuhur, saya mampir ke masjid. Usai solat dan mau pergi. Saya ketemu Bapak. Bapak saya sangat tenang, memakai baju batik yang dipakai saat saya wisuda 10 tahun lalu, lebih kurus dan kulitnya lebih gelap.

Dalam mimpi, tidak ada kesadaran bahwa Bapak sudah meninggal.

Kemudian saya bertanya, “Bapak kenapa ora balik?” *Bapak kenapa tidak pulang?

Bapak saya menjawab. “Ning kene cuma titip awak.” *Di sini hanya menitipkan badan.

Jadi. Bapak saya sedang puasa di masjid itu dan menjawab alasannya tidak pulang adalah dia sedang menitipkan badannya di tempat saat ini.

Kalian tahu?

Saya membuka dompet, dompet itu berisi sejumlah uang yang saya miliki saat ini. Tidak banyak hanya 200rban.

Saya memilah uang mencari lembaran uang 100rb buat Bapak.

“Bapak ana duit?” *Bapak ada uang?

Bapak saya bilang uang yang ia miliki sekiat 600rb. Lebih banyak dari uang yang saya miliki.

Saat itu saya takut Bapak tidak bisa makan karena tidak punya uang. Nyatanya, uangnya lebih banyak dari uang saya hari itu.

Pembawaanya sangat tenang. Bapak nampak seperti orang yang tidak sedang banyak pikiran. Tidak seperti saya.

Saya bangun.

Saya menangis.

Mungkin hidup memang begitu. Kita hanya “menitipkan badan”. Saat ini badan saya ada di alam dunia. Maka berusaha tenang barangkali adalah jawaban.

Kalian tahu?

Barangkali hidup yang saya inginkan adalah hidup yang orang lain bilang membosankan. Mampu bekerja dengan baik, pulang, bisa tidur nyenyak, makan, bisa nonton drakor kesukaan, kemudian berulang lagi.

Bahagia… Mungkin bukan tentang banyaknya uang yang didapat. Tapi tahu uang sekecil apapun punya kisah dan arti kemudian berharap uang tersebut bisa dimaknai dengan baik.

Hidup saya memang saat ini belum diberikan kemudahan soal uang.

Tapi uang saya yang sedikit-sedikit itu. Punya daya juang yang besar. Jika gaji hanya 3 jutaan dan 2 jutaan selesai untuk urusan piutang  (1 Juta untuk membayar uang ibu saya, 1 juta untuk cicilan laptop dan sepeda). Maka tidakkah dalam jumlahnya yang tidak seberapa itu, keinginan hidupnya sungguh besar.

Bahwa tidak semua orang memulai dari “ada”. Untuk ada di level nol saja. Entah kapan Tuhan perkenankan.

Pada perjalanan yang sedang saya jalani. Konon, saya akan mendapatkan tunjangan jika saya lulus. Maka saya harap doa tulus dari kalian semua. Agar semua utang ini mampu lunas dengan baik.

Barangkali, bahagia sekali lagi adalah kehidupan yang biasa saja. Normal-normal saja. Baik-baik saja.

Semoga saya lulus dari ujian formal yang saya hadapi.

Juga saya lulus dari ujian kehidupan ini.

Aaamiin.

Next Post

No more post

You May Also Like

11 Comments

  1. Bismillah….
    semoga mimin sehat selalu, diberi umur panjang, dekat jodohnya,
    dan diberi kemudahan rejeki.
    Amin

  2. Kita senasib. Menanggung hutang yang bahkan kita tahu alirannya dan tidak pernah merasakannya sama sekali. Bukannya adu nasib, tapi bahkan hutang yang saya tanggung baru selese 5 taun ke depan dan gaji saya minus.
    Mari kita semangat kak!

  3. lama sekali gak mampir kesini, rasanya seperti mendengar cerita teman lama yang sudah lama ndak ketemu. mimin semoga selalu diberi perlindungan oleh Nya, selalu diberi rizki yang melimpah, dan selalu dalam lindungan Nya. AMIN

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

error: Content is protected !!