Tulisan Tentang Patah (Sebuah Curhatan)

Oke. Karena besoksore adalah blog pribadi. Maka saya mau nulis tulisan pengingat soal patah. Jangan aneh kalau miminnya suka OOT, tenang, nggak sering-sering kok.

Tema patah hati kayaknya sudah terlalu generik. Tapi, karena keumuman perasaan yang dialami manusia kayak kita-kita ini. Tema kayak gini nggak ada habisnya.

Saya dan Dia berpisah.

Hubungan kami tidak lama. Terbilang sebentar. Kami dipisahkan lautan. Saat itu dia baru tiga hari datang ke pulau tempatnya bekerja setelah ambil cuti.

Kalau kalian pernah dipotret. Biasanya selalu ada aba-aba sebelum foto diambil. Setidaknya, kita punya beberapa detik persiapan sebelum momen menangkap kita dalam kamera. Momen perpisahan saya tidak demikian. Saat itu, setelah magrib, saya mengangkat teleponnya setelah dua kali ponsel bergetar. Tidak saya sangka bahwa hari itu dia mau menyudahi hubungan.

Tanpa ada kalimat pembuka yang bagaimana. Dia menyebut nama saya dan bilang mau menyudahi hubungan kami. Katanya tidak mau main-main, tidak ingin pacaran, ingin menentukan skala prioritas dan tidak mau hubungan kami terlampau jauh.

Sedih?

Jelas sedih.

Tapi saya menerima walaupun sempat bertanya, “Tidak bisa dipikirin lagi?” dan dia langsung menjawab tidak.

Padahal dalam hati saat itu, tidak bisakah nanti saja? Nanti dulu, saya belum sempat makan. Setelah makan saja bagaimana? Sebentar.

Iya. Saya tahu itu bodoh. Saya minta sedikit saja waktu untuk bernapas dan benar-benar mempersiapkan diri sebelum kami benar-benar berpisah.

Usainya. Saya kesulitan tidur. Sempat makan mie instan dan saat itu tenggorokan terasa sempit sekali. Dada saya terasa sesak sekali. Esoknya, saya tidak makan, tidak bernafsu makan sama sekali. Sempat kena hujan di siang hari dan agak sedikit demam.

Sakit hati kali ini, menjalar ke sakit fisik. Setidaknya, saya merasa tidak enak badan selama dua hari. Tapi masih bisa bangkit dan bekerja seperti biasa.

Membiasakan diri tidak berkomunikasi seperti sebelumnya.

Pelan. Saya merasa melihat ponsel begitu menyakitkan. Dulu, saya selalu antusias ketika berkomunikasi dengannya. Membiasakan diri untuk tidak ingin tahu tentangnya dan tidak berkomunikasi dengannya di awal sangatlah sulit.

Saya kangen. Kangen sekali dan rasa-rasanya mau meledak.

Namun, saya juga realitis. Kami bukan siapa-siapa.

Tiga bulan setelahnya, saya dengar kabar dia punya kekasih baru

Saya mendapatkan kabar ini dari teman yang sama-sama mengenal kami berdua. Saya terdiam saat tahu, ada semacam kilatan petir di dada. “ini perasaan apa? apakah saya patah hati lagi? Apakah saya cemburu?”

Di situlah tekad saya bulat untuk melepaskannya.

Yang tersulit adalah mengendalikan perasaan sendiri.

Ada saat di mana saya menyalahkan diri sendiri. Kekurangan macam apa yang membuatnya buru-buru menyingkirkan saya? betapa saya tidak layak untuk diajak ke hubungan yang lebih jauh. Betapa alasannya saat itu hanya terdengar seperti alasan yang dibuat-buat. Apakah saya terlalu menjijikan di matanya?

Kalimat-kalimat seperti itu nyatanya malah membuat perasaan saya memburuk.

Saya pernah membayangkan dia menjadi sebatang pohon di pinggir jurang. Kemudian saya ada sebagai layang-layang. Layang-layang yang penah hilang kendali dan temalinya tersangkut di dahannya.

Layang-layang yang menemaninya dalam sepi. Kemudian, lupa bahwa langit punya hujan. Hujan yang semalam saja meniadakan keberadaan layang-layang di tubuh si pohon.

Langit tentu saja cerah kembali, kemudian, ia sang pohon. Melupakan layang-layang dan jatuh cinta pada matahari.

Layang-layang hanya bisa lenyap.

Tapi saya sadar untuk berhenti menyalahkan diri sendiri.

Saya berhenti menyalahkan diri sendiri. Karena perasaan seperti itu tidak membawa saya kemana-mana dan tidak baik untuk kesehatan mental saya.

Pelan saya belajar. Bangkit kembali dari perasaan patah dan kerdil. Waktu dan tenaga banyak saya habiskan untuk mencoba hal-hal yang baru untuk menambah pengetahuan dan ketampilan. Hingga, kegiatan saya yang awalnya hanya ingin mengalihkan fokus untuk tidak memikirkannya malah mulai memunculkan dampak.

Saya punya keterampilan baru yang berimbas pada pemasukan secara keuangan. Saya lebih sibuk daripada sebelumnya. Lebih punya teman bicara dan jauh lebih baik daripada saat awal patah hati.

Dia sempat menghubungi saya kembali

Saya tidak menyimpan nomornya. Rasa-rasanya enggan untuk mengontak dia kembali. Saya juga tidak mau tahu apa yang terjadi padanya. Hingga ada masa di mana dia sempat menghubungi saya kembali lewat telegram. Saya tanggapi dengan biasa. Sekadar sopan santun.

Lucunya, dia malah cerita bagaimana hubungannya A-Z dengan orang-orang sempat punya hubungan dengannya. Saat itu dia sedang patah hati dari hubungan yang beda keyakinan.

Saya kembali berpikir.

Apakah saya dihubungi kembali hanya untuk dijadikan teman curhat? Sebab saat itu dia sendiri lagi?

Apakah tidak berlebihan setelah tindakannya mengakhiri hubungan secara mendadak dan tidak sopan itu, kemudian berkeluh kesah pada saya? Dia anggap saya ini apa?

Akhirnya saya ucapkan dengan kalimat sederhana. Bahwa saya tidak nyaman atas tindakannya yang cerita itu.

Sebuah hadiah.

Saya memberikannya sebuah hadiah. Bukan hadiah mahal, hanya hadiah sederhana. Paket hadiah itu saya kirimkan dan ia bilang menyukainya.

Ada hal yang saya tidak ucapkan padanya. Hadiah itu adalah rasa terima kasih telah mematahkan saya di tempo lalu.

Setelahnya. Kami tidak saling berkomunikasi hingga berganti tahun.

Happy Ending

Kadang, kita selalu berfokus pada happy ending pada versi yang sudah ada. Wujudnya bisa kita lihat di berbagai film atau drama. Bersatunya dua hati.

Saya juga punya happy ending untuk versi saya sendiri. Alih-alih menjadikannya sebuah kisah patah hati yang menyakitkan. Saya lebih suka menamainya dengan patah hati yang berakhir bahagia.

Kalau saja saya tidak dipatahkan hatinya, saya nggak pernah tahu bahwa ternyata saya punya potensi memberi kasih yang besar. Ternyata, saya diberi kesempatan untuk memperbaiki banyak hal saat patah hati. Bukan untuk menunjukkan kepada mantan betapa saya lebih baik dan membuatnya menyesal meninggalkan saya. Tapi, menunjukkan pada diri sendiri bahwa saya mampu melampaui masa sulit dengan baik. Mampu terus hidup, belajar dan bekerja dengan baik. Saya juga kini tahu, saat ada yang berkata mencintai kita, di situ bukan letak di mana mencintai yang sebenarnya. Mencintai punya wujud tindakan nyata, bukan ucapan belaka.

Pernah bepikir sepertinya dia dulu emang nggak pernah suka sama saya. Hanya saya saja yang suka dengannya. Tapi pemikiran itu tidak saya pertanyakan kembali. Karena sekali lagi, tidak membawa saya ke mana-mana. Saya bertanya ke dalam diri saat masih merasakan lara. “Benarkah saya begitu menyukainya karena cinta atau karena saya kecewa tidak mampu memilikinya?”

Menjawab pertanyaan itu dengan jujur membuat saya lebih baik. Akhirnya, saya tahu kapan akhirnya menyerah dengan rasa sakit hati itu. Menyerah bukan berarti tanpa usaha. Menyerah juga usaha. Saya pernah ada di posisi menerima rasa sakit itu. Kemudian membiarkannya pergi.

Mengutip sebuah quotes dari film He’s Just Not That Into You.

And maybe a happy ending doesn’t include a guy. Maybe..it’s you, on your own, picking up the pieces ad starting over, freeing yourself up for something better in the future. Maybe, the happy ending is…. just moving on. Or maybe the happy ending is this, knowing after all the unreturned phone calls, broken hearts, through the blunders an misread signals, throgh all the pain and embarrassment you never gave up hope.

Ya. sekian saja.

*gambar hanya pemanis. Habisan stoknya drakor atau series semua. hehhe.

*kadang saya nulis cuma untuk cari lega aja.

You May Also Like

13 Comments

  1. there you are

    kk admin beruntung,
    klo curhat, yang support banyak..
    😁

    “what doesn’t kill you, makes you stronger”
    you deserve someone better,
    (^∇^)ノ♪

      1. masih sendiri? coba ditanya dulu hatinya,,
        udah siap ketemu orang baru apa belum?

        klo belum, nikmati aja dulu waktu sendirinya
        klo udah siap, taaruf aja kayak yang lagi trending

        yang gak bisa masak mie aja dapet tuh hasil taaruf..
        apalagi kk admin, yang multiskill..
        hehehe

  2. semangat kak, jangan kasih kendor . Banyak hal.baik menunggu di luar sana :))

    btw kak besok sore ada akun twitternya kah?

  3. Be Happy Min..
    Bahagia itu benar kita yang tentukan.
    Mimin berhak mendapatkan yang lebih baik.

    1. mungkin ini media saya untuk cerita yg telah lama saya keep selama ini…

      kenapa cowo cowo indonesia tu kebanyakan menjelang kepala tiga sudah mendadak sortir cewe cewe di sekitar mrk se enak jidat mrk utk teman hidup… kadang iri melihat cewe cewe korea yg di usia kepala 4 masih menemukan cowo single yg blm married.. di indonesia jd membuat kita cewe yg menjelang kepala tiga sudah mulai mengkhawatirkan jodoh yg seminimalnya usia nya sebaya kita..

      menurutku, hal ini kita cewe cewe membuat kadang usia yg membuat kita greget pengen nikah.. padahal sejujur nya masih pengen menikmati kesendirian…

      nikmatilah min masa masa kesendirian.. masa masa ini tidak akan terulang di saat kita telah menikah.. krn menikah membutuhkan pertanggung jawaban waktu lebih besar..
      hehe.. curcol..

      jodoh akan hadir tanpa kita duga, d wkt yg tak terduga dan tempat yg tak terduga.. kita cukup memantaskan diri utk jadi jodoh seseorang…
      cakepppp… maniisss..

      ini yg ngetik, ibu ibu berusia mendekati kepala empat.. dan sudah punya anak satu…
      jgn ditiru ya, ini ibu ibu yg ga sadar diri kadang sudah jd emak emak.. lupa kadang sudah tua.. xixixi…

      1. tapi yaa emang begitu, manusia pada dasarnya akan selalu merasa “kehabisan waktu”. saya pernah baca di buku filsafat mana gitu.
        manusia beda dengan makhluk lain yang nggak khawatir sama waktu. pernahkah melihat kucing takut sama usia?
        manusialah yang selalu hidup penuh dengan kekhawatiran.

        tapi saya kadang pedang teguh sama salah satu teori bahwa, mengkhawatirkan besok nggak bisa makan adalah sama dengan menghina Tuhan sebab Tuhan adalah sebaik-baiknya pemberi rezeki.
        jadi, format tadi suka saya edit ke banyak hal. bahwa kisah hidup manusia, adalah sebaik-baiknya tulisan. manusia hanya menulis di atas tulisan-Nya. So, saya lagi nikmati apa-apa yang terjadi sama saya. baik atau butuk. toh yaang kasih kisahnya adalah Dia Sang Maha Kisah.

  4. Perumpamaannya sy suka mbak👍🏼👏🏻 pohon dan layang2.
    Wktu untuk menyembuhkan hati yg patah, tidaklah sebentar. Tpi jika diceritakan kpd org lain bagaimana kita bisa survive, hanya butuh, sekitar 10-30 menit.
    Makasih, sudah berbagi cerita…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

error: Content is protected !!