Ngomongin Netflix dari Langganan, Pemblokiran sampai Kontennya

Ngomongin Netflix dari Langganan, Pemblokiran sampai Kontennya – Tulisan ini nggak disponsori sama sekali. Dari hati yang paling dalam, layaknya nulis puisi pokoknya!!! Hilih.

Oke, selamat malam. *nulis ini malem, setelah setumpuk pekerjaan saya selesaikan. *katakanlah setumpuk baju yang sudah dicuci. Begitulah hidup saya, percaya bahwa jemuran adalah salah satu tanda-tanda kehidupan.

Segitu aja pembukanya.

Sebelum benar-benar membahas Netflix, saya mau cerita dulu gimana hubungan saya dengan industri hiburan semacam acara TV, film, pokoknya yang begitulah.

TV era 1995 hingga 2010

Mari mengorek masa lalu.

Saya sadar atau ingat nonton TV sekitar tahun 1995. Saat itu saya masih lima tahun. Nggak banyak yang bisa saya katakan selain acara TV amat sangat terbatas. Tidak beragam dan nggak terlalu demen nonton TV.

Beranjak SD. Saat itu TV banyak diisi dengan acara asing, mulai dari film India yang biasanya pagi hari. Juga nggak ketinggalan ada Telenovela.

Telenovela yang saya inget ada Rosalinda, Maria Bellen, Carita de Angel, Amigos, Paola Pulina, dan  yang peran utamanya buta itu siapa ya? Pokoknya itu deh. Terus nggak terlalu banyak sensor di bagian yang saat ini demen banget dikit-dikit sensor.

Film india? Waahhh pokoknya banyak deh, paling melekat sama Dil Hai Tum Hara. Saat itu di tempat saya, mamang jualan CD bajakan mendadak cuan gara-gara ada film itu.

Saat tahun 2000an awal, mulailah drama Taiwan yang merajai, ada Meteor Garden, MVP Lovers, At The Dolphin Bay, sampai Twins. *itu yang mampu saya ingat. hahaha.

Tidak lama, drakor mulai muncul. Mulai demen sama drakor sejak ada drama macam Full House, Princes Hours, My Name is Kim Sam Soon, The Great Queen Seon Deok, Jawel in The Palace.

Kalau serial dari Amerika yang paling saya suka ada Heroes, saya nonton Season 1 sampai selesai. Beberapa subjudul, bahkan masih saya ingat. Pokoknya pengalaman nonton Heroes saat bocah itu sampe bikin melongo. Sulit dilupakan.

Zaman saya SD sampai awal SMP, mau nonton kartun di hari minggu itu kenyang banget. Semua stasiun TV menghadirkan kartun terbaiknya.

Tentu saja banyak kekurangan, tapi TV pada masanya adalah alternatif hiburan yang jadi pilihan.

Mager? Ya udah, jawabannya nonton TV.

Nggak ke mana-mana saat liburan? Ya udah, nonton TV aja.

Males bangun pagi saat hari minggu? Nggak bisa, ada Chibi Maruko Chan, nanti ketinggalan.

Rebutan nonton acara TV? Sudah biasa.

Sedih karena listrik mati dan nggak bisa nonton drakor kesayangan? Sudah biasa.

Mendadak drakor/telenovela dihentikan stasiun TV tanpa ada alasan yang jelas? Sudah bisa. Sampai akhirnya, setelah dewasa saya paham. Beberapa hal dalam hidup memang tidak untuk dimengerti, melainkan diterima saja.

*huh.

Hubungan saya dengan TV dan acaranya pun makin renggang

Kerenggangan ini pada mulanya ditandai dengan perubahan yang biasanya nonton TV menjadi ditonton TV. TV tetap menyala, tapi jiwa raga saya melayang ke mana-mana. TV menyala tapi saya melakukan aktivitas lain. Entah itu mainan twitter atau sekadar mentengin marketplace.

Hingga TV yang biasanya ada di kamar saya mendadak hilang suaranya. Gambar masih ada, tapi membisu. Ia rupanya lelah dicueki. Hingga, sudah saya singkirkan. Entah dikemanain Bapak. Saya tidak peduli.

Laptop lama saya juga dibawa Bapak. Kemana? Kagak tahu. Saya nggak peduli.

Kebiasaan Berubah Seiring dengan Kemajuan Teknologi

Tercatat, saya sudah 1 tahun langganan VIU dengan biaya 100/6 bulan untuk nonton drakor. Sekarang masih pakai karena punya kode Voucher gratisan hingga 1 tahun lamanya *bahagia. Film kadang saya nonton di Iflix. Tapi ada yang betah banget sampai sekarang langganan dari pertengahan tahun lalu sampai saat ini. Dialah Netflix.

Oh iya, saya juga ada langganan premium drakor id +. Sayangnya, masih banyak cacat di mana-mana. Tapi lumayanlah. Masih murah 50k/bulan. Denger-denger harganya lebih murah lagi, tapi ogah saya perpanjang premiumnya. Kualitasnya sama aja kayak nggak premium. Pret.

Netflix bikin saya pakai provider yang lain dari biasanya

Semuanya karena blokir dari pihak penyedia layanan jaringan. Biasanya pakai Telkomsel, tapi provider yang mahal kuotanya itu nggak bisa mengakses Netflix. Terakhir saya pakai telkomsel saat bulan juni 2019.

Ketika membaca ulasan di playstore. Prihatin aja yang bilang app Netlix nggak bisa digunakan sampai kasih bintang 1. Aah kalian ini!!!

Saat ini, saya menggunakan indosat untuk akses internet. Kalau hujan suka susah signal. Hahahhahahahahahaha *padahal menangis. Mana lagi sering hujan pula.

Harga untuk langganan Netflix? Sebanding nggak sama yang didapatkan?

Mulai dari 49.000 sampai 169.000 perbulan. Tinggalkan sesuaikan dengan kebutuhan. Lebih mahal dari aplikasi lainnya yang pernah saya pakai. Tapi, masih sebanding dengan yang saya dapatkan.

Biaya tadi sama sekali belum termasuk biaya akses. Hanya langganan saja. *biasanya suka salah dipahami nih.

Untuk pembayarannya saya pakai Jenius BTPN. Gampang. Nggak usah pusing buat kalian yang nggak punya kartu kredit. Cukup punya debit yang bisa 3D secure saja.

Kenapa pula Netflix diblokir Telkom Grup?

Emmm… masalah dagangan.

Yah, kagak jauh sama masalah orang-orang berkepentingan yang dekat dengan hitung-hitungan untung dan rugi.

Yang paling penting nih. Kontennya Netflix. Apalagi konten originalnya!!!

Sepanjang pengamanan pendek saya. CMIIW.

Konten di Netflix ada yang dibeli perizinan tayangnya namun bersifat tidak eksklusif. *kagak ada tulisan N di pojok. Contohnya, drakor Hotel del Luna. Dia langsung masuk full episode setelah beberapa bulan penayangan aslinya selesai. Di Viu juga ada drakor Hotel del Luna. Sama sekali nggak menutup kemungkinan TV nasional kita pun beli hak tayangnya. Nggak eksklusif pokoknya.

Kedua. Konten yang pendistribusiannya dibeli secara eksklusif. Misal ada drakor When The Camellia  Blooms. Tayang on going di Netflix, pendistribusiannya dibeli secara eksklusif. Jadi, hanya tayang di TV aslinya yaitu KBS2 dan Netflix sebagai media distribusi patner resmi. Janganlah mengharap drama model begini tbtb tayang di Trans. Sia-sia harapanmu.

Ketiga. Bukan kaleng-kaleng. Netlix bikin konten sendiri dan jadi distributor tunggal. Kontennya lambat laun makin banyak. Ada aja yang ditunggu.

Tahun ini, saya nungguin Kingdom Season 2. Tahun depan di pertengahan tahun ada Strangers Things Season 4. Messiah Season 2 kagak tahu kapan. Sekarang saya masih nonton beberapa anime sama The Witcher.

Masa ponakan saya bilang saya Wibu.

Kesimpulan Tulisan ini?

Kalau di luaran sana banyak yang bilang acara TV nasional nggak mutu dan memilih membayar untuk menikmati acara hiburan, semua kembali ke pilihan masing-masing.

Nggak semua orang mau membayar untuk langganan Netflix. Beberapa diantara nggak masalah langganan Netflix seperti saya.

Ngomongin TV nasional? Kayaknya mereka juga selalu main di “pasarnya” dan bingung nanti ada KPI. Akhirnya, karena TV nasional adalah acara terbuka. Mereka acaranya yaaa begitu. Serba salah aja. Mau nonton drakor? Tentu bakalan ada yang di sensor.

Yahh… akhirnya. TV nasional punya gambaran kayak gini di mata saya.

 

You May Also Like

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

error: Content is protected !!